A.
TEORI
BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Pada bagian ini dikaji tentang
pandangan konstruktivistik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam
kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti, karakteristik
manusia masa depan yang diharapkan, konstruksi pengetahuan, dan proses belajar
menurut teori konstruktivistis. Kajian diakhiri dengan memaparkan perbandingan
pembelajaran tradisional (behavioristik) dengan pembelajaran konstruktivistik.
1.
Karakteristik
Manusia Masa Depan yang Diharapkan
Upaya membangun sumber daya manusia
ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang
dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah
manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap
resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui
proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri
sendiri yaitu suatu proses (to) learn to be. Mampu melakukan kolaborasi
dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan
bangsanya (Raka Joni, 1990).
Kepekaan, bearti ketajaman baik
dalam arti kemampuan berpikirnya, maupun kemudah tersentuhan hati nurani di
dalam melihat dan merasakan segala sesuatu, mulai dari kepentingan orang lain
sampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan gubahan Sang Pencipta.
Kemandirian, berarti kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri di
samping proses dan hasil berfikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai
dengan apa yang dianggapnya benar dan perlu. Tanggung jawab, berarti kesediaan
untuk menerima segala konsekuensi keputusan serta tindakan sendiri. Kolaborasi,
bearti disamping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya sendiri, individu
dengan ciri-ciri diatas juga mampu bekerja sama dengan individu lainnya dalam
meningkatkan mutu kehidupan bersama.
Langkah strategis bagi perwujudan
tujuan diatas adalah adanya layanan ahli kependidikan yang berhasil guna dan
berdaya guna tinggi. Student active learning atau pendekatan cara
belajar siswa aktif didalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang mengakui
sentralitas peranan siswa didalam proses belajar, adalah landasan yang kokoh
bagi terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Pilihan tersebut
bertolak dari kajian-kajian kritikal dan empirik disamping pilihan masyarakat
(Raka Joni, 1990)
Penerapan ajaran tut wuri
handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam
rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya diperlukan penanganan yang
memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang tepat memusatkan
perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik
diatas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan belajar
dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.
2.
Konstruksi
Pengetahuan
Untuk memperbaiki pendidikan
terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara
mengajarnya. Kedua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia
mengkonstruksi pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang
dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau
peralatan yang dapat membantu memahami pengalamannya. Demikian juga, manusia
akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan
seseorang merupakan konstruksi dari dirinya. Pada bagian ini akan dibahas teori
belajar konstruktivistik kaitannya dengan pemahaman tentang apa pengetahuan
itu, proses mengkonstruksi pengetahuan, serta hubungan antara pengetahuan,
realitas, dan kebenaran.
Apa pengetahuan itu? Menurut pendekatan
konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang
sedang dipelajari, melainkan sebagai kunstruksi kognitif seseorang terhadap
objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya.
Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang
yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Pengetahuan bukanlah suatu barang
yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan
kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru
bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu
kepada siswa, pentransfer itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh
siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.
Proses mengkonstruksi pengetahuan. Manusia dapat mengetahui sesuatu
dengan menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan
lingkungannya, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, mambau, atau
merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak
seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan
pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996)
mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses
mengkonstruksi pengetahuan, yaitu;
a.
Kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
b.
Kemampuan
membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan
c.
Kemampuan
untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi
proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan yang telah ada,
domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan
hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi
pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang
baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan.
Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi
pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki orang
tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya.
3.
Proses
Belajar Menurut Teori Konstruktivistik
Proses belajar sebagai suatu usaha
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melaui proses asimilasi dan
akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada
kemutakhiran struktur kognitifnya. Ada beberapa pandangan dari segi
konstruktivistik, dan dari aspek-aspek si-belajar, peranan guru, sarana
belajar, dan evaluasi belajar.
Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual, proses belajar
jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang
berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamanya melalui proses asimilasi dan
akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan
belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan
pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “…..constructing
and restructuring of knowledge and skills (schemata) within the
individual in a complex network of increasing conceptual consistency…..”. pemberian
makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan
secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan
sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas.
Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa
dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan dan lingkungan
belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan
dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.
Peranan Siswa (Si-Belajar). Menurut pandangan konstrktivistik,
belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus
dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir,
menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru
memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi
peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah
lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang
siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari
sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi
pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih
sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan
dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru
atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh
siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa
dalam belaajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat
adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi
pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
a.
Menumbuhkan
kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan
bertindak.
b.
Menumbuhkan
kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan siswa.
c.
Menyediakan
sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang
optimal untuk berlatih.
Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik
menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan,
media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan
terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang
dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya
secara rasional.
Evaluasi belajar. Pandangan konstruktivistik
mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai
pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta
aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan
pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan
penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang
obyektifis konstruktivistik. Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak
mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajar discovery
lebih mengarah pada konstruktivistik. Obyektifis mengakui adanya
reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap,
tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk
menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat
dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh
proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut, sehingga belajar
merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan para perancang dan guru-guru
tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata yang akan
diberikan kepada para siswanya.
Pandangan konstruktivistik
mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi
dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik
mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan
dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk
menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik
mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan
kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata, dimana interpretasi
tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
Teori belajar konstruktivistik
mengakui bahwa siswa akan dapat menginterpretasikan informasi kedalam
pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada
kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu siswa
mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal. Jika
hasil belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana mengevaluasinya?
Evaluasinya belajar pandangan
behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar. Sedangkan
pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu
konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi
akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan
selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai,
proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada
evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan
pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar siswa.
Pembelajaran dan evaluasi yang
menggunakan kriteria merupakan prototipe obyektifis/behavioristik, yang tidak
sesuai bagi teori konstruktivistik. Hasil belajar konstruktivistik lebih cepat
dinilai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang digunakan untuk
menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif
bagi tujuan-tujuan konstruktivistik.
Bentuk-bentuk evaluasi
konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi
pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi seperti
tingkat “penemuan” pada taksonomi Merril, atau “strategi kognitif” dari Gagne,
serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa,
dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.
4.
Perbandingan
Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) dan Pembelajaran Konstruktivistik
Proses pembelajaran akan efektif
jika diketahui inti belajar yang sesungguhnya.Kegiatan pembelajaran yang selama
ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh
guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa
dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan materi yang diceramahkan.
Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan pada buku teks. Materi yang
disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks. Diharapkan siswa memiliki
pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan buku teks tersebut.
Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi diantara siswa terhadap fenomena
sosial yang kompleks tidak dipertimbangkan. Siswa belajar dalam isolasi, yang
mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya
setiap hari.
Ketika menjawab pertanyaan siswa,
guru tidak mencari kemungkinan cara pandang siswa dalam menghadapi masalah,
melainkan melihat apakah siswa tidak memahami sesuatu yang dianggap benar oleh
guru. Pengajaran didasarkan pada gagasan atau konsep-konsep yang sudah dianggap
pasti atau baku, dan siswa harus memahaminya. Pengkonstruksian pengetahuan baru
oleh siswa tidak dihargai sebagai kemampuan penguasaan pengetahuan.
Berbeda dengan bentuk pembelajaran
diatas, pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan
mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan
pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.
Pendekatan konstruktivistik lebih luas dan sukar untuk dipahami. Pandangan ini
tidak melihat pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yang dapat
diulang oleh siswa terhadap pelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab
soal-soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan pada apa yang dapat
dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukkannya.
Secara rinci perbedaan karakteristik
antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan pembelajaran
konstruktivistik adalah sebagai berikut:
No.
|
Pembelajaran tradisional
|
Pembelajaran konstruktivistik
|
1.
|
Kurikulum disajikan dari
bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada
keterampilan-keterampilan dasar.
|
Kurikulum disajikan mulai dari
keseluruhan menuju ke bagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep
yang lebih luas.
|
2.
|
Pembelajaran sangat taat pada
kurikulum yang telah ditetapkan.
|
Pembelajaran lebih menghargai pada
pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
|
3.
|
Kegiatan kurikuler lebih banyak
mengandalkan pada buku teks dan buku kerja.
|
Kegiatan kurikuler lebih banyak
mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan.
|
4.
|
Siswa-siswa dipandang sebagai
“kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada
umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa
|
Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir
yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.
|
5.
|
Penilaian hasil belajar atau
pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran dan biasanya
dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing.
|
Pengukuran proses dan hasil belajar
siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru
mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas
pekerjaan.
|
6.
|
Siswa-siswa biasanya bekerja
sendiri-sendiri, tanpa ada group proses dalam belajar
|
Siswa-siswa banyak belajar dan
bekerja di dalam group proses.
|
Karakteristik pembelajaran yang
harus dilakukan adalah:
a. Membebaskan siswa dari belenggu
kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah diterapkan, dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih luas.
b. Menempatkan siswa sebaagai kekuatan
timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara ide-ide atau gagasannya,
kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru bersama-sama siswa mengkaji
pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat macam-macam
pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d. Guru mengakui bahwa proses belajar
serta penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar di pahami, tidak
teratur, dan tidak mudah di kelola.
Kelebihan proses pembelajaran
konstruktivistik:
a. Kelebihan dalam proses pembelajaran
konstruktivistik siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam belajar.
b. Kelebihan konstruktivistik dalam
pembelajaran bisa adanya group
c. Pembelajaran terjadi lebih kepada
ide-ide dari siswa itu sendiri
Kekurangannya
a. Kekurangan apabila ada siswa yang
pasif pembelajaran konstruktivistik ini tidak cocok untuk siswa pasif
b. Siswa belajar secara konsep dasar tidak
pada ketrampilan dari siswa itu sendiri
c. Dalam pembelajarannya tidak
memusatkan pada kurikulum yang ada
B.
TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK
1.
Pengartian
Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adannya interaksi antara
stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar metupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuanya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseoran dianggap telah
belajar sesuatu jika ia dapat menunjukan perubahan tingkah lakunya. Sebagai
contoh, anak belum dapat berhitrung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat,
dan gurunyapun sudah mengajarkanya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum
dapat mempraktekan pehitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karna
ia belum dapat menunjukan suatu perubahan peilaku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting
adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan kelluaran atau output yang
berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau
cara-cara tertentu, untuk menbantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi
atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Menurut teori behavioristik, apa saja yang terjadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan kerena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa
saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa
(respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuan, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
terjadi tidakny perubahab tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang juga dianggap
penting penting oleh aliran behavioriatik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulny
respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative
reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, bila peserta didik
diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat
belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif
(positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan
pengurangan ini justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan
tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi
penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan)
atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinga respon.
Tokoh-tokoh aliran beavioristik
diantaranya adalah Thorndike, Watson, Carlk Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner.
Pada dasarnya para penganut aliran bhavioristik setuju dengan pengertian
belajar di atas, namun ada perbedaan beberapa pendapat diantara mereka.
2.
Aplikasi
Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar mempengaruhi arah perkembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan modal hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat
dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila berikan
reinforcemnt, dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan
stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang
tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat,
reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yanag sangat penting
dalam pembelajarn di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyalenggaran
pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman
Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan
Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan
reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Apabila teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dai beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran,
sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tidak
berubah. Pengetahuan telah tersetruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedang mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang
yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran adalah
untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melaluai proses berfikir
yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses
berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut.
Karena teori behavioristik memandang
bahwa sebagai sesuatu yang ada didunia nyata telah terstruktur rapi dan
teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu diukum, dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk prilaku
yang pantas diberi hadiah. Demikian juga ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang harus
diperilakukan sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar dari siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedang belajar sebagai
aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon
pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
siswa secara individual. Berikut contoh-contohnya:
a.
Dalam
pelajaran bahasa inggris pada usia pra sekolah dan awal sekolah dasar
I :
Aku You : Kamu We : Kita
They :
Mereka He : Dia (lk) She : Dia (pr)
It :
kata ganti Benda tunggal
1) Numbers
1 (one) 11 (eleven) 21
(twenty one)
2 (two) 12 (twelve) 30
(thirty)
3 (three) 13 (thirteen) 31 (thirty
one)
4 (four) 14 (fourteen) 40 (forty)
5 (five) 15 (fifteen) 50 (fifty)
6 (six) 16 (sixteen) 60 (sixty)
7 (seven) 17 (seventeen) 70 (seventy)
8 (eight) 18 (eighteen) 80 (eighty)
9 (nine) 19 (nineteen) 90 (ninety)
10 (ten) 20 (twenty) 100 (one
hundred)
2) Kata Sifat
Diligent : Rajin Lazy : Malas
Beautifut : Cantik Handsome : Ganteng
Ugly :
Jelek Vlever :
Pandai
Smart : Pintar Stupid : Bodoh
Poor :
Miskin Rich :
Kaya
Careful : Hati-hati Careless : Ceroboh
Long :
Panjang Short : Pendek
Old :
Tua Young : Muda
3) Kata Kerja
Pull : Menarik Push : Mendorong
Sleep : Tidur Getup : Bangun
Clean : Membersihkan Sweep : Menyapu
Water : Minum Cook : Masak
Boil : Merebus Fry : Menggoreng
Take abath : Mandi Take
arest : Istirahat
Kick : Menendang Read : Membaca
Write : Menulis Speak : Berbicara
Di awal pembelajaran Bahasa Inggris
ini seorang guru baiknya memperhatikan perkembangan siswanya, karana jika dari
awal siswa merespon baik dan mendapatkan hasil yang baik dalam awal
pembelajaran maka ditingkat-tingkat pembelajaran yang lebih lanjut siswa akan
dapat hasil yang baik, sebaliknya jika dari awal pembelajaran saja siswa sudah
menunjukan hasil yang buruk maka siswapun akan mendapatkan kesulitan dalam
belajar. Oleh karena itu, perhatian guru terhadap siswa di sini sangat penting.
Contoh pembelajaran yang bisa diambil dari contoh pelajaran di atas antara
lain:
a)
Menganalisis
lingkungan kelas yang ada saat itu termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal
siawa.
Seorang guru wajib mengenal
karakteristik murid-muridnya juga daya tangkap murid-muridnya dalam
pembelajaran yang diberikan seperti di atas.
b)
Memberikan
stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis,
latihan, atau tugas-tugas.
Di dalam pelajaran yang saya berikan
di atas guru bisa memberikan perhatian pada siswa berupa memberikan tugas
menghafal dengan tuntutan siswa-siswa nantinya maju ke depan dan diberikan
pertanyaan-pertanyaan tentang tugas-tugas hafalan itu sendiri dan untuk
menambah semangat siswa, guru bisa memberikan nilai bagi siswa yang hafal lebih
banyak dan siswa yang kurang hafal guru bisa memberikan teguran atau diberikan
tugas-tugas agar bisa belajar lagi di rumah. Dalam pelajaran bahasa inggris di
atas guru juga bisa membuat kuis atau permainan agar siswa bisa lebih semangat
dalam belajar, misalnya guru membuat beberapa kelompok dari murid yang ada
kemudian dari tiap kelompok wajib menunjuk satu anggotanya untuk memperagakan
soal-soal yang ada di atas sesuai perintah guru kemudian teman-temannya
menjawab apa yang diperagakan oleh temannya itu bahasa inggris apabila
teman-temannya tidak bisa menjawab maka bisa dijawab kelompok lain jadi jika
mereka tidak bisa menjawab nilai akan diambil kelompok lain, dengan begitu
siswa akan berusaha berfikir lebih keras untuk mengingat.
c)
Mengamati
dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
Jika ada siswa yang bertanya guru
harus bisa menjawab dsn menjelaskannya hingga siswa bener-benar mengerti, dan
bila ada siswa yang kurang mengerti atau kurang aktif guru perlu memberikan
pertanyaan-pertnyaan untuk memaksa siswa aktif di kalas.
d) Memberikan penguatan/reinforcement
(mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman yang
bersifat mendidik.
Jika di dalam kalas atau di dalam
pelajaran itu siswa ada yang kurang memperhatikan atau mengabaikan pelajaran
guru, guru bisa memberikan hukuman agar siswa jerah dan tidak berani
mengulanginya lagi juga lebih memperhatikan guru saat guru mengajar.
e)
Evaluasi
hasil belajar.
Setelah guru melakukan
langkah-langkah pembelajaran, guru hendaknya melakukan evaluasi tentang
bagaimana hasil belajar siswanya untuk mengetahui seberapa jauh siswa dapat
mengetahui dan memahami pembelajaran yang telah diberikan. jika hasil evaluasi
belajar siswa dapat merespon dengan baik dan menjadikan siswa merasa nyaman
dalam belajar maka pembelajaran dianggap berhasil,tetapi sebaliknya jika hasil
evaluasi belajar siswa tidak dapat merespon dengan baik dengan apa yang telah
diberikan dan siswa tidak bisa nyaman dalam belajar,maka pembelajaran dianggap
gagal yang berakibat siswa kurang aktif dan hasil belajar atau nilai yang
kurang memuaskan.
C.
TEORI
YANG DITERAPKAN DI INDONESIA
1.
Sekilas tentang Hubungan Antara
Teori Belajar dengan Model Pembelajaran.
Secara ontologi, ilmu sosial
meliputi banyak bidang sehingga memiliki jangkauan materi yang luas. Pada
pokoknya terdapat cabang utama ilmu-ilmu sosial, antara lain:
a.
Antropologi, yang mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis tertentu.
b.
Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian
kekayaan dalam masyarakat.
c.
Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi
keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
d.
Hukum, yang
mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan.
e.
Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial
dari bahasa.
f.
Pendidikan,
yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta
pembentukan karakter dan moral.
g.
Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok
manusia (termasuk negara).
h.
Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses
mental.
i.
Sejarah,
yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia.
j.
Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan
antar manusia didalamnya.
Ilmu
sosial masih berupa ilmu murni, peleburan ilmu sosial menjadi Ilmu Pengetahuan
Sosial pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari ilmu sosial itu sendiri, namun
diperuntukkan bagi dunia pendidikan. Meskipun demikian, peleburan istilah
tersebut tidak menjadikan cakupan materi yang dipelajari dalam IPS menjadi
sempit. Sama halnya dengan ilmu sosial, IPS pun memiliki jangkauan materi yang
sama luasnya dengan ilmu sosial.
Melihat
keluasan cakupan materi dalam pembelajaran IPS, maka tidak ada satu teori
belajar pun yang paling ideal untuk segala situasi dan untuk semua bidang
keilmuan yang tercakup dalam IPS. Teori pembelajaran adalah teori yang
menawarkan panduan ekplisit bagaimana membantu orang belajar dan berkembang
lebih baik. Jenis belajar dan pengembangan mencakup aspek kognitif, emosional,
sosial, fisikal, dan spiritual. Aplikasi teori belajar dalam kegiatan pembelajaran IPS
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia.
Aplikasi
teori belajar dalam kegiatan pembelajaran IPS pada prakteknya merupakan
perpaduan dari beberapa aplikasi teori belajar. Pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang tidak hanya out come –
oriented, tepai pembelajaran yang menekankan pada proses. Berpedoman pada
pembelajaran yang menekankan proses sama artinya dengan memastikan agar proses
berjalan secara maksimal, dengan mengoptimalkan peranan guru sebagai
fasilitator dan mengoptimalkan kemampuan peserta didik. Penekanan pada proses
justru akan memberikan hasil yang diharapkan. Hasil pembelajaran akan sesuai
yang diharapkan, disamping tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirancang
sebelumnya.
Teori
belajar erat kaitannya dengan model pembelajaran. Aplikasi teori belajar dapat
digunakan untuk merancang dan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan
kondisi dan situasi belajar. Kondisi dan situasi belajar ini tentu memiliki
indikator sebagai aspek-aspek utama pembelajaran, seperti jenis pembelajaran
IPS yang hendak dipelajari, materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, karakter
kelas, dan lain sebagainya.
Model
pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran IPS sebaiknya
mampu mencakup lima unsur pembelajaran berikut ini:
a.
problem-centered, artinya pembelajaran dilaksanakan
dalam rangka memecahkan permasalahan dunia nyata di sekitar pembelajar;
b.
activation, artinya pembelajaran dikembangkan
relevan dengan pengalaman dan mengaktifkan pengetahuan mahasiswa yang telah
dimiliki sebelumnya;
c.
demonstration, artinya pembelajaran yang
dikembangkan untuk mempertunjukkan apa yang akan dipelajari bukannya melulu
menceritakan informasi tentang apa yang akan dipelajari;
d.
application, artinya pembelajaran yang
dikembangkan untuk menggunakan ketrampilan atau pengetahuan yang baru mereka
untuk memecahkan permasalahan; dan
e.
integration, pembelajaran yang dikembangkan
mengintegrasikan ketrampilan atau pengetahuan yang baru ke dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik.
Berdasarkan
lima unsur cakupan pembelajaran yang sebaiknya ada dalam proses pembelajaran
IPS, maka penggunaan model pembelajaran yang relevan dan inovatif perlu
dipraktekan di kelas. Namun demikian, mengingat adanya batasan waktu dalam
pembelajaran di kelas, proses pembelajaran perlu dirancang sedemikian rupa agar
mampu memasukkan unsur-unsur tersebut. Bilamana kelima unsur tersebut tidak
dapat diaplikasikan dalam satu kali tatap muka pembelajaran, guru bisa membuat
perancangan pembelajaran yang memasukkan unsur-unsur tersebut secara parsial.
Cara lain agar kelima unsur tersebut dapat menjadi bagian dari pengalaman
belajar peserta didik adalah merancang pembelajaran sedemikian rupa agar
pengalaman belajar yang diperoleh siswa saat pembelajaran di kelas dapat
diaplikasikan atau memiliki andil positif dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Merencanakan, menyusun, dan mempraktekkan model pembelajaran di kelas tentu
tidak lepas dari aplikasi teori belajar sebagai fondasinya.
2.
Tinjauan Sederhana Mengenai Teori Belajar Tententu dalam Aplikasi
Pembelajaran IPS.
Pada
dasarnya semua teori belajar sangat dibutuhkan dalam aplikasi pembelajaran IPS
di sekolah. Hanya saja, proporsi aplikasi setiap teori tentu saja berbeda.
Penulis memiliki pandangan bahwa dalam aplikasi pembelajaran IPS, sebaiknya
penerapan teori belajar humanistik dijadikan sebagai landasan dalam setiap
pelaksanaan pembelajaran. Pada bagian ini akan dibahas tersendiri. Pelaksanaan
pembelajaran yang baik tidak boleh berpandangan sempit hanya dengan membatasi
penggunaan satu teori belajar saja. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
penggunaan teori belajar yang relevan dengan aplikasi pembelajaran IPS di kelas.
Perlu
digarisbawahi bahwa aplikasi teori humanistik memang menjadi landasan,
sedangkan teori-teori yang lain sebagai penyerta. Namun demikian, meskipun
disebut sebagai penyerta tidak berarti teori-teori selain humanistik
diposisikan atau dianggap kurang penting kedudukannya dalam pembelajaran IPS
yang diselenggarakan.
3.
Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran IPS.
Pada bagian atas, telah disebutkan
bahwa sebaiknya teori belajar humanistik dijadikan sebagai landasan dalam
setiap pembelajaran IPS di kelas. Teori humanistik sebagai landasan maksudnya,
dalam setiap proses pembelajaran yang diselenggarakan, guru harus menerapkan
teori ini dan menjadikannya sebagai dasar berpijak dalam penyusunan rencana
pembelajaran, proses maupun praktek pembelajaran, sampai pada tahap evaluasi
pembelajaran.
Hal ini didasarkan pada adanya
prinsip-prinsip yang patut diterapkan dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan
pembelajaran yang sesuai dengan prisip-prinsip ini akan memberikan pengaruh
signifikan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Keberhasilan
pencapaian tujuan pembelajaran tidak sebatas pada penguasaan kognisi peserta
didik, tapi juga meliputi afeksi dan psikomotor. Prinsip- prinsip belajar
humanistik:
a. Manusia mempunyai belajar alami.
b. Belajar signifikan terjadi apabila
materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di
dalam persepsi mengenai dirinya.
d. Tugas belajar yang mengancam diri
ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil.
e. Bila bancaman itu rendah terdapat
pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
f. Belajar yang bermakna
diperolaeh jika siswa melakukannya.
g. Belajar lancar jika siswa dilibatkan
dalam proses belajar.
h. Belajar yang melibatkan siswa
seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses
belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
a.
Merumuskan
tujuan belajar yang jelas.
b.
Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan
positif.
c.
Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
d.
Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e.
Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
f.
Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g.
Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h.
Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia
yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku. Berikut
adalah ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik:
a.
Guru
yang baik menurut teori ini adalah: guru yang memiliki rasa humor, adil,
menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan
wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
b.
Sedangkan
guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah,
mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang
menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
Alfonsus
Sam. Resume Materi Learning Theory. Diunduh dari http://aphonkssam.blogspot.com/2012/06/resume-materi-learning-2.html, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012.
Anonim.
Teori, Model, dan Penelitian Pengembangan Dalam
Perspektif Teknologi Pembelajaran.
Diunduh dari http://pasca.tp.ac.id/site/teori-model-dan-penelitian-pengembangan-dalam-perspektif-teknologi----------pembelajaran,
diakses pada 30 Desember 2012.
Dire la vérité. Teori Belajar dan Penerapannya dalam IPS. Diunduh dari http://dire-laverite.blogspot.com/2012/03/teori-teori-belajar-dan-penerapannya.html,
diakses pada 30 Desember 2012.
Halim Sani. Teori-Teori Sosial dari
Ilmu-Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik. Diunduh dari http://halimsani.wordpress.com/2007/09/06/teori-teori-sosial-dari-ilmu-sosial-sekuleristik-menuju-ilmu-sosial-intergralistik/, diakses pada 29 Desember 2012.
M. Muchad. Teori Ilmu Sosial dan
Hakikat Tujuan Ilmu Sosial. Diunduh dari http://muchad.com/teori-ilmu-sosial-hakikat-tujuan-ilmu-sosial-dasar.html, diakses pada 29 Desember 2012.
Supri Hartanto. Pembedaan IPA dan
IPS dalam Perspektif Ontologi dan Epistemologi. Diunduh dari http://mkalahmu.wordpress.com/2010/11/03/perbedaan-ipa-dan-ips-epistemologi.html, diakses pada 29 Desember 2012.
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Nilai
Pada Mata Kuliah Pembelajaran PKN di SD
Dosen: Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Pada Mata Kuliah Pembelajaran PKN di SD
Dosen: Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar